"Jangan Sombong dengan jabatan dan Profesi anda karena itu hanya titipan"Benar menurut anda, belum tentu benar buat orang lain.
Seperti
tidak puas dengan kejadian sebelumnya dimana dosen Universitas Muhammadiyah
Sumatera Barat (UMSB) menginjak Al Qur’an ketika mengajar di depan
mahasiswanya, kali ini penistaan
agama dilakukan oleh dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Imam Bonjol Padang yang membolehkan
membaca Al Qur’an dengan langgam dangdut pada saat ceramah shalat tarawih.
Kejadian
ini dilansir dari meda sosial facebook milik Rajo Mudo yang bernama asli Husni Alharid, yang
merupakan mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) yang mengikuti shalat
tarawih berjamaah di Masjid Baitul Makmur,
Air Tawar Barat, Padang tanggal 3 Juli 2015.
Dr. Mulyadi, M.Pd,
yang juga merupakan dosen IAIN Imam Bonjol Padang yang pada waktu
tersebut menjadi penceramah shalat tarawih di Masjid Baitul Makmur, Air Tawar
Barat, Padang, dalam ceramahnya membacakan Al Qu’ran surat Al Kafirun dengan
langgam atau irama dangdut, dan selanjutnya menjelaskan bolehnya menggunakan
langgam POP, atau lainnya ketika membaca Al Qur’an.
Belum
lagi lega perasaan umat islam dengan langgam jawa yang
diperdengarkan di Istana Negara pada saat peringatan Isra’ Mi’raj oleh Menteri
Agama, umat islam seperti ditimpa musibah baru lagi dengan pernyataan dosen
yang juga seorang doktor tersebut.
Mendengar
pernyataan dosen tersebut, Husni Alharid mencoba melakukan klarifikasi kepada Dr. Mulyadi, M.Pd setelah selesai shalat tarawih.
Sayangnya bukan pencerahan yang didapatkan, justru kesombongan yang muncul dari sosok bertitle
doktor tersebut.
Husni
Alharid mengajukan beberapa pertanyaan klarifikasi terkait pernyataan berliau
pada saat ceramah shalat tarawih yang baru saja dilakukannya dihadapan sekitar
450-an jama’ah yang rata-rata adalah anak muda dan mahasiswa.
Pertanyaan
pertama yang ditanyakan Husni tentang bacaan Al Quran dengan langgam dangdut,
sang doktor menjawab bahwa hal tersebut adalah pendapat pribadi Dr. Mulyadi, M.
Pd dengan mengambil dalil jika orang-orang tua terdahulu di Minangkabau biasa
mendendangkan Al Qur’an untuk menidurkan anak-anaknya.
Tak
puas dengan pertanyaan tersebut, Husni mencoba sedikit memperjelas bahwa telah
ada tuntunan irama-irama yang tidak dipertentangkan ulama dan
langgam dangdut tentu tidak benar. Sang doktor malahan semakin memperlihatkan
kesombongan dengan menjawab bahwa dirinya (Dr. Mulyadi, M. Pd) adalah seorang
Doktor dan seorang Doktor boleh berpendapat. Dan kemudian menambahkan,
bagaimana mungkin remaja sekarang bisa irama tersebut (irama yang disepakati
ulama-red), sedangkan irama dangdut saja belum lurus.
Mendengar
jawaban tersebut, Husni kemudian mencoba mengambil penjelasan yang didapati
dari dosen agama islam di kampusnya dan penjelasan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
yang mengatakan bahwa tidak dibenarkan membaca AL Qur’an dengan langgam atau
irama selain yang disepakati, namun sayang, pak dosen IAIN yang merupakan
seorang doktor kembali menunjukkan kesombongannya dengan mengatakan bahwa dosen
agama yang ada di kampus Husni “jauh dibawah” dirinya.
Pernyataan-pernyataan
dosen IAIN Imam Bonjol Padang tersebut semakin mengkerutkan kening umat islam.
Dimana seorang akademis justru berpendapat tidak secara akademis namun justru
mendahulukan logika dan akal. Umat Islam harus semakin berhati-hati dengan cara
berfikir liberal
seperti yang dilakukan oleh Dr. Mulyadi, M.Pd tersebut.
Di
kutip dari muslim.or.id, ustadz Muhammad Abduh Tuasikal memberikan
penjelasan bahwa memang ada beberapa maqamat atau cara melagukan Al-Quran yang
disebutkan oleh para Qurra yaitu bayyati, rast, nahawanad, siika, shabaa, dan
hijaz. (Lihat Fatwa Al-Islam
Sual wa Jawab no. 169799)
Tentang
hukum memakai maqamat tadi Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz
rahimahullah menyatakan, “Tidak boleh bagi seorang mukmin membaca Al-Qur’an
dengan nada-nada para penyayi. Yang diperintahkan bagi kita adalah membaca
Al-Qur’an seperti yang dibaca oleh para ulama salaf kita yang shalih yaitu para
sahabat radhiyallahu ‘anhum dan yang mengikuti mereka. Caranya adalah
memperindah bacaan dengan tartil, dengan meresapi dan khusyu’ sampai
berpengaruh dalam hati yang mendengarkan maupun yang membaca. Adapun membaca
Al-Qur’an dengan cara yang biasa dilakukan oleh para penyayi, seperti itu
tidaklah dibolehkan.” (Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, Syaikh ‘Abdul
‘Aziz bin Baz, 9: 290. Dinukil dari Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 9330).
Intinya,
boleh saja melagukan Al-Quran sebagaimana perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
“Barangsiapa
yang tidak memperindah suaranya ketika membaca Al Qur’an, maka ia bukan dari
golongan kami.” (HR. Abu Daud no. 1469 dan Ahmad 1: 175. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Kata
Imam Nawawi bahwa Imam Syafi’i dan ulama Syafi’iyah juga kebanyakan ulama
memaknakan ‘yataghonna bil Qur’an’ adalah,
“Memperindah
suara ketika membaca Al Quran.”
Namun
aturan dalam melagukan Al Qur’an harus memenuhi syarat berikut:
–
Tidak keluar dari kaedah dan aturan tajwid.
–
Huruf yang dibaca tetap harus jelas sesuai yang diperintahkan.
–
Tidak boleh serupa dengan lagu-lagu yang biasa dinyanyikan. (Lihat Bahjatun
Nazhirin karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali, 1: 472)
Ada
dua hal melagukan Al-Qur’an yang perlu diperhatikan:
1-
Irama yang mengikuti tabiat asli manusia, tanpa memberat-beratkan diri, belajar
atau berlatih khusus. Melagukan bacaan Al-Qur’an seperti ini dibolehkan.
2-
Irama yang dibuat-buat, bukan dari tabiat asli, diperoleh dengan
memberat-beratkan diri, dibuat-buat dan dibutuhkan latiham sebagaimana para
penyanyi berlatih untuk mahir dalam mendendangkan lagu. Melagukan semacam ini
dibenci oleh para ulama salaf, mereka mencela dan melarangnya. Para ulama salaf
dahulu mengingkari cara membaca Al-Qur’an dengan dibuat-buat seperti itu.
(Zaadul Ma’ad karya Ibnul Qayyim, 1: 474)
Dari penjelasan di
atas jelaslah bawah pendapat yang disampaikan oleh Dr. Mulyadi, M. Pd adalah
salah dan kemudian tidak dibenarkan membaca Al Qur’an dengan langgam dangdut.
Naudzubillah
https://boomfotocopy.wordpress.com/
ReplyDeletePromo fotocopy murah