Adat budaya di negara kita memang sangat beragam dan semuanya indah. kini kita akan mencoba mengulas pernikahan adat Maluku Utara. Rangkaian upacaranya adalah sebagai berikut :
Upacara
Ijab Kabul
Upacara
ini dilangsungkan di kediaman mempelai pria, yang sudah mengenakan pakaian
pengantin secara lengkap yaitu destar, jubah, dan gamis, dilengkapi dengan
keris yang diselipkan di pinggang bagian depan. Disesuaikan dengan perubahan
zaman, pengantin pria sekarang mengenakan selop sebagai alas kaki. Sedangkan
pengantin wanita yang tinggal di rumahnya sendiri memakai koci-koci, terdiri
dari pasangan sarung dan semacam baju kurung yang diberi ikat pinggang,
berselendang dan di bagian lehernya dihiasi semacam penutup yang melingkar
menutupi pundak hingga punggung. Ditinjau dari bentuk hiasan kepalanya, dapat
dikatakan bahwa hal ini sudah dipengaruhi oleh kebudayaan cina.
Jenis
pakaian pengantin yang dikenakan pada asal mulanya ditentukan oleh tingkatan
derajat dari pengantin. Namun tentu saja peraturan semacam ini sudah tidak
berlaku lagi. Setiap pasangan yang akan menikah berhak untuk memilih jenis
pakaian yang akan mereka kenakan sesuai selera mereka masing-masing.
Usai
upacara ijab kabul, kedua mempelai diantar ke rumah mempelai wanita oleh
kerabat, handai tolan dan teman-teman dekat pria maupun wanita. Dan pada
kesempatan ini pihak keluarga mempelai pria membawa hantaran peralatan adat
yang disebut ngale-ngale yang dimaksudkan sebagai barang-barang persembahan
bagi mempelai wanita (semacam upacara seserahan dalam adat Sunda) yang terdiri
dari:
Kai
Ma Ija (mas kawin) berupa sejumlah uang atau seperti yang telah disepakati
sebelumnya oleh kedua belah pihak) dibungkus kantung putih yang dijahit rapat,
diibaratkan sebagai kemurnian kehormatan mempelai wanita. Kemudian kantung
berisi uang tersebut dimasukkan dalam kotak yang dilapis kain putih,
melambangkan bahwa mempelai wanita berasal dari naungan keluarga baik-baik.
Pembawa kotak berisikan uang yang diletakkan di atas baki dengan penutup kain
sutera ini adalah seorang gadis kecil yang didandani dengan pakaian adat.
Gogoro
Ma Pake: baki yang diisi dengan perlengkapan wanita dan perhiasannya
antara lain 1 helai kain sutera, 1 helai kebaya sutera, 1 helai kerudung putih,
1 set perhiasan dari emas atau perak (giwang, kalung, cincin, bros dan
lain-lain). Juga kini dilengkapi dengan sepasang selop.
Kaha
Ma Jojobo, yang terdiri dari: 1 rumpun rumput fartogu dengans edikit
tanahnya, 1 botol (carrave) air murni (dari sumur), sebuah piring dari beling
berwarna putih berisikan segenggam beras yang telah diberi warna kuning, putih,
dan merah (beras populak), yang berarti adanya umat manusia yang beraneka
warna/ragam, bunga dari lilin yang berarti sinar kasih abadi atau yang dimaksud
sebagai lambang penerangan abadi dalam hidup kedua mempelai.
Semua
barang ini pun diletakkan diatas baki. Setelah iring-iringan mempelai pria tiba
di depan rumah mempelai wanita, dimulai pula rangkaian upacara selanjutnya yang
disebut:
Gere Se Doniru
Upacara
yang dilangsungkan begitu iringan mempelai pria tiba di pintu depan rumah dan
pintu kamar mempelai wanita yang dihalangi oleh beberapa pemuda pemudi yang
disebut Fati Ngara yang harus di "bujuk" dengan "ngara mo
ngoi" taburan uang receh sesuai dengan kemampuan oleh pemuda pemudi
pengiring mempelai pria, kepada Fati Ngara agar mereka berkenan membukakan
pintu rumah mempelai wanita. Hal yang sama akan diulang lagi di muka pintu
pintu kamar mempelai wanita.
Jika
mempelai pria beserta rombongan berhasil melalui kedua pintu tadi, maka mereka
akan tiba dimuka mempelai wanita yang didudukkan di pelaminan dengan
bertiraikan kelambu. Kelambu baru akan dibuka setelah iringan mempelai pria
menaburkan uang receh yang disebut "Guba Ma Ngoi".
Upaca
memberi uang dilaksanakan kembali pada waktu mempelai pria akan membuka kukudu
(penutup kepala) mempelai wanita, dan upacara ini disebut Ngongoma Bubi.
Dilanjutkan pengusapan ubun-ubun mempelai wanita, dengan telapak tangan kanan
mempelai pria lambang tanda penerimaan yang sah dari suami terhadap istrinya.
Aati lain dari gerakan ni adalah saling membatalkan "wudhu" yang
dilakukan kedua mempelai guna melakukan shalat, sebelum upacara pernikahan
dilangsungkan. Kemudian disambungkan dengan mendudukan mempelai pria di sebelah
kiri wanitanya, sehingga kedua sejoli duduk berdampingan. Sesudah itu keris
yang terselip di pinggang pria diambil dan dihunus dari sarungnya. Sarung keris
diletakkan di pangkuan mempelai wanita dengan tangan kirinya tetap
menggenggamnya, sedang tangan kanan menggenggam hulu keris yang diletakkan di
pangkuannya sendiri. Tindakan ini melambangkan penyerahan jiwa untuk sehidup
semati dari kedua belah pihak.
Upacara
Doa Selamat dan Makan Saro
Upacara
ini dimulai dengan mempersilahkan tetua keluarga dan tamu-tamu kehormatan untuk
duduk bersama kedua mempelai di meja makan perhelatan yang di atasnya telah
dihidangkan:
Jaha
se-kusuang yang ditata berderet sepanjang meja, diapit oleh 4 piring ikan yang
diolah dengan 4 macam bumbu, 4 piring terong goreng, sepiring masakan daging
dan sepiring boboto.
Bentuk
jaha dan kukusan menggambarkan keadaan alam Maluku Utara yang terdiri dari
gunung-gunung dan pulau-pulau, sedangkan ikan dan sayuran melambangkan kekayaan
laut dan daratan.
Empat
macam bumbu yang digunakan untuk memasak ikan menunjukkan bahwa penduduk asli
Maluku Utara terdiri dari 4 soa, yaitu: Soa sio, Sangaji, Soa Heku dan Soa Cim.
Sedangkan
daging dan boboto adalah jenis masakan yang muncul disebabkan oleh pengaruh
dari luar (para pendatang). Dilanjutkan dengan Saro-saro yang berarti doa
dengan isyarat (tanpa suara), dilakukan dengan pengibaratan memberi makanan
yang mempunyai arti pengharapan-pengharapan (doa) dari para tetua keluarga kepada
kedua mempelai. Selamanya upacara ini berlangsung, tamu-tamu yang hadir dalam
dalam pesta tak henti-hentinya menyerukan kata "saro".
Upacara
Joko Kaha
Adalah
lanjutan dari upacara makan Saro, yang melambangkan doa permohonan restu dari
Allah Subhanahu Wa Ta'ala, termasuk bumi, pohon, rerumputan, perairan, sungai
dan danau yang diibaratkan dengan meletakkan ibu jari kaki kanan kedua mempelai
di atas gofu fartogu, lalu menyiramnya dengan air murni yang dituangkan dari
botol (carrave) yang dibawa oleh iringan mempelai pria sebelumnya.
Upacara Suba Kiye Se Kolano
Dilakukan
dengan menghadapkan kedua mempelai ke empat penjuru: Barat, Timur, Utara dan
Selatan sebagai tanda penghormatan kepada kolano negeri dan sumber angin.
Setelah
upacara-upacara adat selesai, tamu dipersilakan makan, lalu acara berlanjut
dengan menari bersama diiringi musik tradisional dan nyanyian rakyat Maluku
Utara yang bernada gembira. Para tamu yang hadir dalam acara ini turut pula
berpartisipasi. Demikianlah upacara pernikahan adat Maluku Utara. Semoga dapat
memberikan wawasan bagi kita semua, bahwa kita memiliki beraneka budaya yang
pantas untuk tetap kita jaga kelestariannya.
Sumber :Budaya.blogspot
Baca juga : http://goresantintasangperantau.blogspot.com/2015/06/bentuk-bentuk-perkawinan-adat-di.html
0 Response to "Upacara Pernikahan Adat Di Maluku Utara"
Post a Comment