Semoga kisah ini membuat kita menjadi seseorang yang lebih baik. Amiin.
Selamat membaca!
Jaman dahulu, terdapat sebatang pohon apel yang sangat besar. Seorang anak laki – laki begitu gemar bermain-main di sekitar pohon apel tersebut setiap hari. Dia memanjat pohon tersebut, memetik serta memakan buah apel sepuas hatinya, dan adakalanya dia beristirahat lalu terlelap di perdu pohon apel tersebut. Anak laki – laki tersebut begitu menyayangi tempat bermainnya di dahan pohon apel. Pohon apel itu juga menyukai anak tersebut.
Masa
berlalu… anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi
menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun
begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang
sedih.
“Marilah
bermain-mainlah di sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku
bukan lagi anak kecil, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau,” jawab
remaja itu. “Aku ingin punya mainan baru seperti yang dimiliki teman – temanku,
namun aku tidak punya uang,” tambah remaja itu dengan nada yang sedih.
Lalu pohon apel itu berkata, “Kalau
begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Juallah untuk mendapatkan uang.
Dengan begitu, kau dapat membeli mainan yang kauinginkan.”
Remaja itu dengan gembiranya memetik
semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu.
Pohon apel itu merasa sedih.
Masa berlalu…Suatu hari, remaja itu
kembali. Dia semakin dewasa. Pohon apel itu merasa gembira.
“Marilah bermain-mainlah di
sekitarku,” ajak pohon apel itu.
“Aku tiada waktu untuk bermain. Aku
terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membangun rumah untuk tempat
perlindungan keluargaku. Maukah engkau menolongku?” tanya anak itu.
“Maafkan
aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kau boleh memotong dahan-dahanku yang
besar ini dan kau buatlah rumah daripadanya.”
Pohon
apel itu memberikan cadangan. Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong
kesemuadahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun
turut gembira tetapi kemudian merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi
selepas itu.
Suatu
hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya
adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah
matang dan dewasa.
“Marilah bermain-mainlah di
sekitarku,” ajak pohon apel itu puluhan kali.
” Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi
anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku
mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai boat. Maukah
engkau menolongku lagi?” tanya lelaki itu.
“Aku tidak mempunyai boat untuk
diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk
dijadikan boat. Kau akan dapat belayar dengan gembira,” kata pohon apel itu.
Lelaki itu merasa sangat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia
kemudian pergi dari situ dengan gembira dan tidak kembali lagi selepas itu.
Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin dimamah usia, datang
menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar
pohon apel itu.
“Maafkan aku. Aku tidak punya apa-apa
lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahku untuk kau jual,
dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat boat. Aku hanya ada
tunggul dengan akar yang hampir mati…” kata pohon apel itu dengan nada pilu.
“Aku tidak mau apelmu kerana aku sudah
tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mau dahanmu kerana aku sudah tua
untuk memotongnya, aku tidak mau batang pohonmu kerana aku tidak berupaya untuk
belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat,” jawab lelaki tua itu.
“Jika begitu, istirahatlah di
perduku,” kata pohon apel itu. Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu
pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis kegembiraan.
Tamat!!!
Sebenarnya,
pohon apel yang dimaksudkan di dalam cerita itu adalah kedua-dua ibu bapa kita.
Bilakita masih muda, kita suka bermain dengan mereka. Ketika kita meningkat
remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan
mereka dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita di dalam kesusahan.
Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita
bahagia dan gembira dalam hidup. Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu
bersikap kejam terhadap pohon apel itu, tetapi pikirkanlah, itu hakikatnya
bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini melayani ibu bapa mereka. Hargailah
jasa ibu bapa kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut
hari ibu dan hari bapa setiap tahun.
Sayangilah ibu bapa kita selagi kita
masih punya kesempatan untuk menyatakan kasih sayang kita kapada mereka secara
langsung.
0 Response to "Kisah Pohon Apel"
Post a Comment