Syoechrie Pria Idaman mu

Syoechrie Pria Idaman mu
WELCOME TO MY BLOGER. SALAM HANGAT DARI SUKRI ABDULLAH

Makalah "ENEMA "



BAB I
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering meminta pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal. Pada keadaan sakit klien tidak dapat menggunakan toilet dan tidak memiliki program yang teratur, lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk klien dengan perubahan mobilitas.
Pada abad ke-17 M sediaan enema dikenal dengan nama Clyster menggunakan Clyster Syringe yang terdiri dari tabung Syrine, pipa anus dan batang pendorong. Clyster digunakan sejak abad ke-17  hingga abad ke-19, kemudian digantikan dengan Syringe balon, Bocks, dan kantong.
Pada awal era modern Francis Mauriceau dalam The Diseases of Women with Child mencatat para bidan memberikan enema pada wanita hamil menjelang melahirkan.
Pada abad ke 20, enema digunakan secara luas di negara tertentu seperti amerika serikat; saat itu enema merupakan ide yang sangat baik untuk cuci kolon pada kasus fever, menjelang partus dengan tujuan untuk mengurangi keluarnya feces saat partus. Beberapa kontroversi diperdebatkan penggunaan enema untuk mempercepat proses melahirkan dengan menstimulasi terjadinya kontrkasi, pada akhirnya enema dengan tujuan ini dilarang karena para obstetrik menggunakan oxytocin sebagai penggantinya selain dikarenakan para ibu hamil merasa tidak nyaman dengan tindakan enema ini.
Pada masa John Donne Elegy XVIII, pada masa itu kaum pria menyalahgunakan tindakan enema dengan melukai selaput dara pengantin wanita menggunakan clyster.
Clyster juga tercatat pada periode sado-masochistic, pada masa itu mereka menggunakan enema sebagai tindakan disipliner. Khususnya wanita dihukum menggunakan clyster berukuran besar untuk periode tertentu, sebagai contoh ditemukan dalam The Prussian Girl oleh P.N Dedeaux.
Clyster merupakan pengobatan yang banyak digemari oleh orang berada dan terhormat di dunia barat hingga abad ke-19. William Laighton dari Portsmouth, New Hampshire merupakan orang pertama yang mendapat hak paten untuk kursi enema pada tanggal 8 agustus 1846.
Hingga kini berbagai inovasi bentuk enema dan jenis enema dibuat dengan tujuan untuk mempermudah dalam cara pemberian, faktor kenyamanan dan simpel.

I.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan enema ?
2. Apa tujuan dan manfaat enema ?
3. Apa indikasi dan kontraindikasi dari enema ?
4. Tuliskan tipe-tipe enema ?
5. Tuliskan preformulasi, formulasi, dan pengujian produk sediaan enema ?

I.3. Tujuan Penulisan
Dengan makalah ini diharapkan bagi pembaca akan semakin mengerti dan memahami tentang enema serta hal-hal yang berhubungan dengan enema sebagai sediaan obat dengan pemberian cairan ke dalam rektum dan kolon dengan menggunakan aplikator khusus.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Pengertian Enema
Enema merupakan sediaan obat dengan pemberian cairan ke dalam rektum dan kolon dengan menggunakan aplikator khusus. (2)

II.2. Tujuan dan Manfaat Enema
II.2.1. Tujuan Enema
Enema dilakukan untuk mengobati penyakit ringan seperti sakit perut, kembung; namun pada perkembangannya digunakan untuk berbagai tujuan yang berbeda seperti telah diuraikan dalam sejarah dilakukannya tindakan ini. Pada akhirnya setelah ilmu pengetahuan medis berkembang dengan adanya penelitian dan ditemukannya berbagai peralatan medis, penggunaan enema saat ini jauh lebih spesifik dari masa awal keberadaannya. (4)

II.2.2. Manfaat Enema
1.  Merangsang gerakan usus besar yang berbeda dengan laxative. Perbedaan utama terletak pada cara penggunaannya, laxative biasanya diberikan per oral, sedangkan enema diberikan langsung ke rectum hingga kolon. Setelah seluruh dosis enema hingga ambang batas daya tampung rongga kolon diberikan, pasien akan buang air bersamaan dengan keluarnya cairan enema ke dalam bedpan atau di toilet. Larutan garam isotonik sangat sedikit mengiritasi rektum dan kolon, mempunyai konsentrasi gradien yang netral. Larutan ini tidak menarik elektrilit dari tubuh  seperti jika menggunakan air biasa, dan larutan ini tidak masuk ke membran kolon seperti pada penggunaan phosfat. Dengan demikian larutan ini bisa digunakan untuk enema dengan waktu retensi yang lama, seperti melembutkan feses pada kasus fecal impaction.
2.   Membersihkan kolon bagian bawah (desenden) menjelang tindakan operasi seperti: sigmoidoscopy atau colonoscopy. Untuk kenyamanan dan mengharapkan kecepatan proses tindakan enema dapat diberikan disposibel enema dengan konsentrasi lebih kental berbahan dasar air yg berisikan sodium phospat atau sodium bikarbonat.
3.  Sebagai jalan alternatif pemberian obat. Hal ini dilakukan bila pemberian obat per oral tidak memungkinkan, seperti pemberian antiemetik untuk mengurangi rasa mual, beberapa anti angiogenik lebih baik diberikan tanpa melalui saluran pencernaan , pemberian obat kanker, arthritis, pada orang lanjut usia yang telah mengalami penurunan fungsi organ pencernaan, menghilangkan iritable bowel syndrome menggunakan cayenne pepper untuk squelch iritasi pada kolon dan rectum dan untuk tujuan hidrasi.
4.  Pemberian obat topikal seperti kortikosteroid dan mesalazine yang digunakan untuk mengobati peradangan usus besar.
5.  Pemeriksaan radiologi seperti pemberian barium enema. Enema berisi barium sulfat , pembilasan dengan air atau saline dilakukan setelah selesai dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi normal dari kolon tanpa komplikasi berupa konstipasi akibat pemberian barium sulfat.

 II.3. Indikasi dan Kontraindikasi Enema
II.3.1. Indikasi Enema
                            Konstipasi berhubungan dengan jalur pembuangan yang kecil, kering, kotoran yang keras, atau tidak lewatnya kotoran di usus untuk beberapa waktu. Ini terjadi karena pergerakan feses melalui usus besar lambat dimana reabsorbsi cairan terjadi di usus besar. Konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunter pada proses defekasi.(2)
       Ada banyak penyebab konstipasi : (2)
1. Kebiasaan buang air besar (BAB) yang tidak teratur
        Salah satu penyebab yang paling sering menyebabkan konstipasi adalah kebiasaan BAB yang tidak teratur. Refleks defekasi yagn normal dihambat atau diabaikan, refleks-refleks ini terkondisi menjadi semakin melemah. Ketika kebiasaan diabaikan, keinginan untuk defekasi hilang.
         Klien yang dirawat inap bisa menekan keinginan buang air besar karena malu menggunakan bedpan atau karena proses defekasi yang sangat tidak nyaman. Perubahan rutinitas dan diet juga dapat berperan dalam konstipasi. Jalan terbaik untuk menghindari konstipasi adalah membiasakan BAB teratur dalam kehidupan.
2. Penggunaan laxative yang berlebihan
            Laxative sering digunakan untuk menghilangkan ketidakteraturan buang air besar. Penggunaan laxative yang berlebihan mempunyai efek yang sama dengan mengabaikan keinginan BAB refleks pada proses defekasi yang alami dihambat. Kebiasaan pengguna laxative bahkan memerlukan dosis yang lebih besar dan kuat, sejak mereka mengalami efek yang semakin berkurang dengan penggunaan yang terus-menerus (toleransi obat).
3. Peningkatan stres psikologis
            Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus spastik (spastic atau konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal, meningkatnya jumlah mukus dan adanya periode pertukaran antara diare dan konstipasi.
4. Ketidaksesuaian diet
            Makanan lunak dan rendah serat yang berkurang pada feses menghasilkan produks ampas sisa yang tidak cukup untuk merangsang refleks pada proses defekasi. Makan rendah serat seperti; beras, telur dan daging segar bergerak lebih lambat di saluran cerna. Meningkatnya asupan cairan dengan makanan seperti itu meningkatkan pergerakan makanan tersebut.
5. Obat-obatan
            Banyak obat-obatan dengan efek samping berupa konstipasi. Beberapa diantaranya seperti : morfin, codein, sama halnya dengan obat-obatan adrenergik dan antikolinergik, melambatkan pergerakan kolon melalui kerja mereka pada sistem syaraf pusat. Penyebab lainnya seperti: zat besi, mempunyai efek menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan dapat menyebabkan diare pada sebagian orang.
6. Latihan yang tidak cukup
            Pada klien dengan masa rawat inap yang lama, otot secara umum akan melemah, termasuk otot abdomen, diafragma, dasar pelvik, yang digunakan pada proses defekasi. Kurangnya latihan secara tidak langsung dihubungkan dengan berkurangnya nafsu makan dan kemungkinan kurangnya jumlah serat yang penting untuk merangsang refleks pada proses defekasi.
7. Umur
            Pada manula, otot-otot dan tonus spinkter semakin melemah turut berperan sebagai penyebab punurunan kemampuan defekasi.
8. Proses penyakit
            Beberapa penyakit pada usus dapat menyebabkan konstipasi, beberapa di antaranya obstruksi usus, nyeri ketika defekasi berhubungan dengan hemorhoid, yang membuat orang menghindari defekasi; paralisis, yang menghambat kemampuan klien untuk buang air besar; terjadinya peradangan pelvik yang menghasilkan paralisis atau atoni pada usus.
Konstipasi bisa jadi beresiko pada klien, regangan ketika BAB dapat menyebabkan stres pada abdomen atau luka pada perineum (post operasi); Ruptur dapat terjadi jika tekanan saat defekasi cukup besar. Ditambah lagi peregangan sering bersamaan dengan tertahannya napas. Gerakan ini dapat menyebabkan masalah serius pada orang dengan sakit jantung, trauma otak, atau penyakit pada pernapasan. Tertahannya napas meningkatkan tekanan intra torakal dan intrakranial. Pada kondisi tertentu, tekanan ini dapat dikurangi jika seseorang mengeluarkan napas melalui mulut ketika mengejan/regangan terjadi. Bagaimanapun, menghindari regangan merupakan pencegahan yang terbaik.($)

II.3.2.  Kontraindikasi
Irigasi kolon tidak boleh diberikan pada pasien dengan diverticulitis, ulcerative colitis, Crohn’s disease, post operasi, pasien dengan gangguan fungsi jantung atau gagal ginjal, keadaan patologi klinis pada rektum dan kolon seperti hemoroid bagian dalam atau hemoroid besar, tumor rektum dan kolon.

II.4. Tipe-tipe Enema
            Enema dapat diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya: cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi (menahan), dan mengembalikan aliran.(2,4)

1.    Cleansing enema
 Merangsang peristaltik dengan mengiritasi kolon dan rektum dan atau dengan meregangkan intestinal dengan memasuki volume cairan. Ada 2 macam cleansing enema yaitu: high enema (huknah tinggi) dan low enema (huknah rendah). (2)
-       High enema diberikan untuk membersihkan kolon sebanyak mungkin, sering diberikan sekitar 1000ml larutan untuk orang dewasa, dan posisi klien berubah dari posisi lateral kiri ke posisi dorsal recumbent dan kemudian ke posisi lateral kanan selama pemberian ini agar cairan dapat turun ke usus besar. Cairan diberikan pada tekanan yang tinggi daripada low enema. Oleh karena itu wadah dari larutan digantung lebih tinggi. Cleansing enema paling efektif jika diberikan dalam waktu 5-10 menit.
-       Low enema diberikan hanya untuk membersihkan rektum dan kolon sigmoid. Sekitar 500 ml larutan diberikan pada orang dewasa, klien dipertahankan pada posisi miring ke kiri selama pemberian.
2.    Carminative enema
Carminative enema  terutama diberikan untuk mengeluarkan flatus. Larutan dimasukkan ke dalam rektum untuk mengeluarkan gas dimana ia meregangkan rektum dan kolon, kemudian merangsang peristaltik. Untuk orang dewasa dimasukkan 60-180 ml. (2)
3.    Retention enema
Dimasukkan oil (pelumas) ke dalam rektum dan kolon sigmoid, pelumas tersebut tertahan untuk waktu yang lama (1-3 jam). Ia bekerja untuk melumasi rektum dan kanal anal, yang akhirnya memudahkan jalannya feses. (2)
4.    Enema yang mengembalikan aliran,
Kadang–kadang mengarah pada pembilasan kolon, digunakan untuk mengeluarkan flatus. Ini adalah pemasukan cairan yang berulang ke dalam rektum dan pengaliran cairan dari rektum. Pertama-tama larutan (100-200 ml untuk orang dewasa) dimasukkan ke rektum dan kolon sigmoid klien, kemudian wadah larutan direndahkan sehingga cairan turun kembali keluar melalui rectal tube ke dalam wadah. Pertukaran aliran cairan ke dalam dan keluar ini berulang 5-6 kali, sampai (perut) kembung hilang dan rasa tidak nyaman berkurang atau hilang. Banyak macam larutan yang digunakan untuk enema. Larutan khusus mungkin diminta oleh dokter. (2)
            Pemberian enema merupakan prosedur yang relatif mudah untuk klien. Bahaya utamanya adalah iritasi sabun dan efek negatif dari larutan hypertonik atau hipotonik. Pada cairan tubuh dan elektrolit, larutan hipertonik seperti larutan phosphate dari beberapa enema siap pakai menyebabkan sedikit iritasi pada membran mukosa menyebabkan cairan tertarik ke dalam kolon dari jaringan sekitar. Proses ini disebut osmosis. Karena hanya sebagian kecil cairan yang diambil, rasa nyaman tertahan untuk 5-7 menit dan secara umum di luar dari manfaat ini. Bagaimanapun, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi, terutama pada anak di bawah 2 tahun larutan ini bisa menyebabkan hypokalsemia dan hyperphosphatemia.(1)
Pemberian hipotonik yang berulang seperti enema berbentuk kran, dapat mengakibatkan absorpsi volume darah dan dapat mengakibatkan intoksikasi air. Untuk aliran ini, beberapa agency kesehatan membatasi pemberian enema berbentuk kran. Ini adalah perhatian yang istimewa ketika permintaan pemasangan enema sampai kembali bersih harus jelas, contohnya pemeriksaan pendahuluan visual usus besar. Larutan hipotonik juga dapat mengakibatkan ketidaknyamanan pada klien dengan penurunan fungsi ginjal atau gagal jantung akut.(1)

II.5. Lidah Buaya
                     Klasifikasi Tanaman
                     Kingdom : Plantae
                     Divisio                : Spermathophyta
                     Sub division        : Angiospermae
                     Class                  : Dicotyledonae
                     Ordo                   : Liliales
                     Family                : Liliaceae
                     Genus                : Aloe
                     Species : Aloe vera L
Nama Daerah :
Jawa : jadam, lidah buaya (Jawa), letah buaya (Sunda)
Asing : lu hui (Cina)

         II.5.1 Deskripsi Tanaman
Daun lidah buaya merupakan daun tunggal, berupa pelepah tidak mempunyai tangkai daun dengan panjang mencapai kisaran 40 – 60 cm dan lebar pelepah bagian bawah 8 – 13 cm dan tebal antara 2 – 3 cm. Warna daun hijau muda, tebal berdaging berisi lendir, bergetah kuning kehijauan, permukaan daun berbintik-bintik bulat. Tepi daun bergerigi, berduri kecil dan kaku. Bunga lidah buaya merupakan bunga majemuk, panjang tangkai bunga 60 – 90 cm, bunga berwarna kuning kemerahan (jingga). Buah merupakan buah kotak berwarna hijau dan biji berwarna hitam.

         II.5.2 Syarat Tumbuh
Lidah buaya dapat tumbuh dengan baik pada daerah dataran tinggi sampai derah dataran tinggi dengan ketinggian 1.500 m di atas permukaan laut, tetapi untuk mendapatkan hasil terbaik sebaiknya lidah buaya dibudidayakan pada daerah yang ketinggiannya kurang dari 1.000 m dpl. Tanaman ini dapat tumbuh daerah kering sampai basah dengan curah hujan 1.000 – 3.000 mm/tahun.
Lidah buaya menyukai penyinaran matahari penuh pada temdpat terbuka dan tidak ternaungi. Rentang suhu yang dibutuhkan adalah 16 - 33°C. Sebaiknya lidah buaya ditanam pada tanah yang subur, gembur, kaya akan bahan organik, dan sedikit berpasir. Jenis tanah yang sesuai adalah tanah podsolik, latosol, andosol dan regosol.

         II.5.3 Kandungan Kimia
         Lidah buaya adalah lignin, saponin,senyawa antrakuinon, vitamin, senyawa gula, enzim, asam amino, aloin, barbalon, sobarbaloin, aloe-emodin, aloenin, dan aloesin.

         II.5.4.Sifat fisika/kimia dan Efek Farmakologis
                                Efek farmakilogis lidah buaya adalah anti radang, pencahar (laxative), parasitiside, antikanker. Sifat kimia rasa pahit, dingin. Beberapa penelitian yang menguji efek farmakologis lidah buaya adalah :
1.    Ekstrak etanol daun A. vera segar menghambat respon kontraksi ileum marmot jantan terisolasi yang disebabkan oleh histamine secara bermakna pada dosis 0,20; 0,40; 0,80; 1,60; 3,20; dan 6,00 mg.ml. Efek penghambat total dicapai pada pemberian ekstrak etanol 6,00 mg/ml dan memberikan efek penghambatan yang tidak berbeda dengan larutan difenhidramin hidroklorida 1,5 mg/ml terhadao histamine (Rudy Dari Ong, 1996, JF FMIPA UNAND).
2.    Pemberian ekstrak etanol daun lidah buaya menyebabkan penurunan yang sangat berarti terhadap kadar glukosa darah mencit putih setelah dilakukan pemberian secara oral selama 7 hari. Efek klopropamida dosis 0,65 mg/20 g bb. sebanding dengan efek ekstrak etanol daun lidah buaya dosis 0,22 mg/20154 g.bb (P ≥ 0,01) dan lebih kecil dari efek ekstrak etanol daun lidah buaya dosis 0,5 mg/20 g bb. (P < 0,01) (Pamian Siregar, 1993, JF FMIPA UNAND)
3.    Pemberian infusa daun lidah buaya 10% 5 ml/kg bb. pada kelinci member pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar glukosa darah baik secara toleransi glukosa maupun tanpa toleransi glukosa. Infusa daun lidah buaya 10% 5ml/kg bb. mempunyai efek hipoglikemik baik dalam keadaan tanpa toleransi glukosa maupun dengan toleransi glukosa (Tutik Juniastuti, dkk., 1995, FL FKH UNAIR).(6)
4.    Sifat fisika kimia
Senyawa antrakinon dan turunannya merupakan salah satu laksansia yang paling banyak digunakan. seringkali bewarna kuning sampai merah sindur (oranye), larut dalam air panas atau alkohol encer. Untuk identifikasi digunakan reaksi Borntraeger (Iihat MMI). Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak larut dalam alkali, sedangkan isomemya, yaitu antranol bewarna kuning kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi) kuat. Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara antrakinon dan antranol. Reaksi Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen peroksida akan menujukkan reaksi positif. Senyawa ini terdapat dalam Frangulae cortex. Diantron adalah senyawa dimer tunggal atau campuran dari molekul antron, hasil oksidasi antron (misalnya larutan dalam aseton yang diaerasi dengan udara). Diantron merupakan aglikon penting dalam Cassia, Rheum, dan Rhamnus; dalam golongan ini misalnya senidin, aglikon senosida. Reidin A, B, dan C yang terdapat dalam sena dan kelembak merupakan heterodiantron.(1)
5.    Efek farmakologi (bioaktivitas)
Glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan tekanan otot polos pada dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam kemudian atau lebih lama. Adapun mekanisme belum jelas, namun diduga antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh terhadap tranpon ion dalam sel colon dengan menghambat kanal ion Cl-. Untuk antron dan antranol mengeluarkan kegiatan lebih drastik (itulah sebabnya ada beberapa simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan selama satu tahun, untuk mengubah senyawa tersebut menjadi antrakinon), bila jumlahnya lebih(5)

II.6. Preformulasi, Formulasi, dan Pengujiaan Produk SediaaN Enema
II.6.1. Preformulasi
1.    Sifat fisik dan kimia
Sifat aloe. Aloe yang dipasarkan berbentuk masa opaque (tidak tembus sinar) bewarna hitam kemerahan sampai hitam kecoklatan sampai coklat tua. Rasanya memuakkan (memuntahkan) dan pahit. Baunya khas tidak enak. Kandungan kimia. Aloe mengandung sejumlah glikosida antrakinon, utamanya barbaloin (aloe-emodin-C-10 glukosida antron). 0-glikosida dari barbaloin dengan gula tambahan berhasil diisolasi dari Cape aloe, senyawa ini disebut aloinosida. Bentuk bebas dari aloe-emodin dan antranol kombinasi dan bebas juga ditemukan,
2.    Gel segar yang berlendir terdapat dalam jaringan parenkim dalam daun bagian tengah dan Aloe barbadensis (Aloe vera). Digunakan bentahun-tahun untuk mengobati luka bakar, tergores, dan iritasi kulit lainnya. Dalam tahun 1935, getahnya dianjurkan untuk mengobati luka bakar tingkat tiga pada penyinaran dengan sinar-X, sekarang hanya digunakan sebagai pelunak (emollient) dan pelembab (moisturizing).
3.    Aloe vera gel yang berupa produk yang distabilkan sekarang dibuat dari bagian tengah daun yang lunak dengan berbagai metode yang dipatenkan, diantaranya termasuk pemerasan (penekanan) dan ekstraksi dengan pelarut dalam kondisi “harsh”. Akibatnya produk ini sangat beragam. Dalam penelitian yang memiliki daya merangsang penyembuhan luka (cell-proliferative) adalah gel segar, sedangkan produk yang dikeringkan belum diteliti.
4.    Penggunaannya dapat digunakan sebagai obat dalam maupun obat luar. Sebagai campuran dalam hand lotion dan frozen yogurt. Indikasinya untuk yang dimakan adalah sakit kepala sampai obesitas, walaupun secara klinik belum terbukti.(5)

II.6.2. Formulasi
Ekstrak lidah buaya                0,5%
Etanol 70 %                             10%
NaH2PO4                               3%
Methylselulosa                         2%
Metil paraben                           0,002%
Aquadest ad    10 ml
1. Dasar Formulasi
- Pemberian enema tidak lebih dari 150 ml karena dipertahankan dalam usus.
- Etanol merupakan antimikroba dengan kadar bisa mempengaruhi keseimbangan flora normal.
- Pemilihan pelarut dalam sediaan yang merupakan pelarut yang digunakan untuk mengekstraksi lebih baik.
-  Dibutuhkan pendapar untuk menjaga pH produk agar tetap stabil hingga penggunaannya.
-  Untuk menjaga stabilitas sediaan pada penyimpanan yang lama diperlukan pengawet.
2. Pemilihan Bahan
a. Ekstrak lidah buaya
- Lidah buaya merupakan herbal alami yang telah banyak digunakan sebagai obat herbal untuk menangani sembelit.
- Obat herbal memiliki efek samping yang minimal.
-  Mengandung Glikosida Antrakinon yang berdaya pencahar (Stimulan Katartika). Glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan tekanan otot polos pada dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam kemudian atau lebih lama.    
Adapun mekanisme belum jelas, namun diduga antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh terhadap tranpon ion dalam sel colon dengan menghambat kanal ion Cl-. Untuk antron dan antranol mengeluarkan kegiatan lebih drastik (itulah sebabnya ada beberapa simplisia yang boleh digunakan setelah disimpan selama satu tahun, untuk mengubah senyawa tersebut menjadi antrakinon), bila jumlahnya lebih.
b. Etanol 70 %                                    
          Pelarut yang cocok untuk ekstrak lidah buaya karena merupakan pelarut awal yang digunakan untuk mengekstrak daun lidah buaya.
c. NaH2PO4   
-  Sebagai pendapar (buffering agent) untuk menjaga pH sediaan   agar tetap pada kadar yang diinginkan.
- Garam-garam pahit juga merupakan salah satu zat yang berfungsi sebagai laksatif osmotik.

d. Methylselulosa                         
Merupakan gom hidrokoloid yang digunakan sebagai pengental sediaan, selain itu zat ini berguna untuk menahan cairan agar tidak terserap oleh usus.
e. Metil paraben
Pengawet yang bertujuan untuk mempertahankan stabilitas dan menghambat fermentasi dalam sediaan pada penyimpanan yang lama.
f. Aquadest
    Pelarut, pengencer sediaan.
3. Rancangan Pembuataan
1.Ekstrak kering atau kental dilarutkan dalam etanol 70% dan ditambahkan metil paraben.
2. Methylselulosa dilarutkan dengan sebagian air (dipanaskan).
3. Dilarutkan Na. Dihidrogenphosfat dalam air dan sisihkan.
4. Dicampurkan bahan 1 dan 2 kemudian atur pH dengan larutan pendapar.
5. Dicukupkan dengan air sampai 10 ml dan dihomogenkan lalu dimasukkan dalam wadah enema.

II.5.3. Pengujian Produk
1. Stabilitas Fisika
               Stabilitas fisika adalah tidak terjadinya perubahan sifat fisik dari suatu produk selama waktu  penyimpanan. Stabilitas fisika pada sediaan dilakukan untuk mempertahankan keutuhan fisik meliputi perubahan warna, perubahan rasa, perubahan bau, perubahan tekstur atau penampilan.
                        Uji stabilitas fisika sediaan :
¢    Organoleptik seperti bau, rasa, warna
¢    pH          
¢    Berat jenis 
¢    Viskositas    
2. Stabilitas Mikrobiologi
Stabilitas mikrobiologi suatu sediaan adalah keadaan di mana sediaan bebas dari mikroorganisme atau tetap memenuhi syarat batas mikroorganisme hingga batas waktu tertentu. Stabilitas mikrobiologi pada sediaan untuk menjaga atau mempertahankan jumlah dan menekan pertumbuhan mikroorganisme yang terdapat dalam sediaan hingga jangka waktu tertentu yang diinginkan. Uji stabilitas mikrobiologi sediaan :
1.      Jumlah cemaran mikroba ( uji batas mikroba)
2.      Uji efektivitas pengawet
3. Stabilitas Toksikologi
Stabilitas toksikologi sediaan dilakukan untuk menguji kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat dibuat sehigga tidak terjadi peningkatan bermakna dalam toksisitas selama usia guna.

BAB III
PENUTUP

III.1. Kesimpulan
1. Enema merupakan sediaan obat dengan pemberian cairan ke dalam rektum dan kolon dengan menggunakan aplikator khusus.
2.  Tujuan enema yaitu untuk mengobati penyakit ringan seperti sakit perut dan kembung.
3. Manfaat enema yaitu membersihkan kolon bagian bawah (desenden)  menjelang tindakan operasi dan  merangsang gerakan usus besar.
4. Indikasi enema yaitu konstipasi berhubungan dengan pengosongan kotoran yang sulit dan meningkatnya usaha atau tegangan dari otot-otot volunter pada proses defekasi.
5.  Kontraindikasi enema yaitu irigasi kolon sehingga tidak boleh diberikan pada pasien patologi klinis pada rektum dan kolon.
6. Enema diklasifikasikan ke dalam 4 golongan menurut cara kerjanya, antara lain:cleansing (membersihkan), carminative (untuk mengobati flatulence), retensi (menahan), dan mengembalikan aliran.

III.2. Saran dan Kritik
Dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Dan semua kritik, saran, dan masukan yang dapat membangun kami terima dengan lapang dada.


0 Response to "Makalah "ENEMA ""

Post a Comment

Apa yg km tahu blm tentu aku tahu, dan sbaliknya apa yg aku tahu juga blm tentu km tahu (Syoechrie)

Senang jika anda berkunjung lagi
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Blog Archive

SLAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA